Sunday, August 17, 2008

Hidup Bahagia dengan Coaching Life

BANYAK orang mengeluh hidupnya tidak bahagia. Namun ketika ditanya apa yang dimaksud dengan bahagia, tidak banyak yang bisa menjabarkannya. Bagaimana dengan Anda?

Di dunia olahraga dikenal istilah coach yang dalam bahasa Indonesia disebut pelatih. Salah satu tugas coach adalah memotivasi atlet untuk mencapai target prestasi tertentu. Target ini akan lebih mudah tercapai bila motivasi tersebut muncul dari dalam diri yang bersangkutan.

Mengadopsi hal itu, dalam bidang psikologi pun ada yang namanya coaching life. Tujuannya adalah menggali motivasi untuk mencegah dan menyelesaikan masalah rumah tangga. Langkah-langkahnya sudah tersusun, "Memang tidak 100 persen sama. Istilah coach di sini lebih bisa dipadankan dengan kata mentor ketimbang pelatih. Meski teknik yang digunakan kurang lebih sama, yakni menggali sesuatu dari dalam diri seseorang untuk mencapai target tertentu," papar Dra. Clara Istiwidarum Kriswanto, MA, CPBC., dari Jagadnita Consulting, Jakarta, yang banyak mendalami masalah coaching ini.

Secara teori, coaching adalah satu satu bentuk teknik komunikasi. Teknik ini sudah diolah sedemikian rupa sehingga bisa memberdayakan seseorang agar bisa menemukan dirinya sekaligus mencapai tujuannya. "Ya, seperti atlet tadi yang dibantu coach-nya untuk menemukan sendiri sebatas mana kemampuannya, sehingga target prestasinya dapat terukur," tambahnya.

METODE COACHING

Pihak yang memotivasi biasa disebut coach, sedangkan pihak yang dimotivasi diistilahkan coachee. Dalam masalah ini baik suami maupun istri sama-sama bisa menjadi coach maupun coachee. Contohnya ada pasangan yang merasa tidak bahagia dengan kehidupan rumah tangganya. Teknik ini dapat diterapkan untuk mencapai kebahagiaan dengan cara menjadikan kebahagiaan itu sebagai sebuah target. Namun sebelumnya masalah yang dihadapi tersebut haruslah dibuat sekonkret mungkin, termasuk apa yang dimaksud dengan bahagia menurut versinya dan sebagainya. "Namun jangan dibayangkan salah satu pihak lalu mengatakan pada pasangannya bahwa yang dimaksud dengan bahagia adalah seperti ini-ini-ini. Yang seperti itu sih bukan teknik coaching life," kata Clara.

Metode coaching life akan memformulasikan apa yang dimaksud dengan kondisi bahagia yang paling mungkin dicapai oleh kedua belah pihak. Jadi, pasangan suami-istri duduk bersama untuk membahas masalah ini. Bukan salah satu pihak memberikan solusi atas masalah tersebut menurut persepsinya. "Seorang yang berperan sebagai coach justru terus merangsang coachee-nya dengan pertanyaan-pertanyaan sampai si coachee ini menemukan jawaban atas permasalahan yang bersumber dari dalam dirinya sendiri." Caranya dengan saling mendengarkan dengan penjabaran seperti berikut:

* Link to reality

Kedua belah pihak harus realistis dengan kondisi yang melingkupi masalah. Katakanlah masalahnya adalah ketidakbahagiaan salah satu pihak akibat masih tinggal serumah dengan orang tua/mertua yang terlalu ikut campur. Kondisi pasangan yang masih tinggal dengan orang tua mau tidak mau tidak bisa sebebas pasangan yang sudah hidup terpisah dari orang tua untuk memutuskan segala sesuatunya dalam rumah tangga. Jadi, sebelum bicara lebih jauh, kedua belah pihak harus menyadari sepenuhnya realitas tersebut.

* Investigate opportunities

Mencari semua peluang yang memungkinkan. Apa saja yang bisa dilakukan supaya orang tua/mertua tidak terlalu turut campur dalam masalah domestik yang dihadapi pasangan tersebut. Apakah mungkin cukup dengan diberi pengertian? Ataukah harus membuat aturan main yang tegas dan disepakai bersama?

* Search for desired outcomes

Bicarakan berdua tentang peluang pemecahan masalah. Misalnya menurut coachee, peluang "menekan" orang tuanya untuk membuat aturan main bersama itu terlalu berat. Menurutnya lebih baik dengarkan dulu kalau orang tuanya mau "ikut campur". Bila usulannya memang bagus, ya dengarkan, tapi kalau tidak, ya abaikan tanpa menyakiti perasaannya. Dengan demikian semua orang akan merasa bahagia.

* Talk

Diskusikan semua peluang tersebut sekaligus target yang ingin dicapai. Kebahagiaan seperti apa yang sebenarnya diinginkan meski hidup serumah dengan orang tua/mertua. Dengan semua peluang yang ada, buat target waktu, berapa lama bisa direalisasikan.

* Eliminate obstacles

Dari pembicaraan tersebut, pilih mana yang paling mungkin dilaksanakan. Baik dari segi pencapaian target maupun waktu. Selain itu masukkan

hambatan yang mungkin timbul sekaligus cara meminimalisasikannya.

* Now, review

Kaji ulang target tersebut secara berkala. Adakah yang sudah dicapai dan adakah yang belum. Untuk yang sudah tercapai, apalagi yang ingin diusahakan. Sedangkan yang belum, apa saja kendalanya dan cari pemecahannya dengan mengulang tahapan-tahapan di atas.

BISA DILAKUKAN SENDIRI

Tahapan-tahapan seperti itu sebetulnya bisa dilakukan sendiri tanpa melibatkan pihak lain. Orang tersebut bisa menjadi coach sekaligus coachee bagi dirinya sendiri. Misalnya, masalah yang dihadapi sama yaitu merasa tidak bahagia karena orang tua/mertua terlalu mencampuri kehidupan pribadi. Kalau memang kondisi riilnya masih tinggal dengan orang tua/mertua dan kebahagiaan yang ingin dicapai tersebut belum bisa terwujud, bisa saja targetnya diturunkan. Meski orang tua/mertua selalu ikut campur, tetap saja ada waktu dimana suami-istri memutuskan segala sesuatunya sendiri. "Dengan kata lain, targetnya diturunkan menjadi kebahagiaan mereka berdua meski dengan kondisi yang ada," ujarnya.

Kalau ternyata suami atau istri kurang mendukung, individu ini masih tetap bisa menggunakan metode yang sama untuk menemukan kebahagiaannya sendiri dengan segala kondisi yang dihadapinya. "Langkahnya tetap sama seperti sudah disebut di atas," kata Clara. Intinya, individu ini mesti terus menggali apa yang sebenarnya diinginkan dan bagaimana cara mencapainya dengan kondisi sesuai realitas yang ada.

BERBEDA DENGAN KONSELING

Teknik coaching life sedikit berbeda dari konseling. "Konseling harus dilakukan dengan pakar dan ada alternatif solusi yang ditawarkan. Sedangkan metode coaching, semuanya murni bersumber dari dalam diri individu itu sendiri," tutur Clara.

Selain itu, coaching benar-benar berorientasi pada masa depan. Ada target, kemudian mencari peluang bagaimana mencapainya serealistis mungkin. Bedanya lagi, dalam konseling ada tahapan dimana individu harus membuka masa lalu untuk digali apa yang menjadi latar belakang masalah dan sebagainya. Berarti dalam konseling ada luka batin yang terus dikorek untuk menemukan sumber permasalahan. Sementara menggunakan teknik coaching, orientasinya adalah masa depan. "What's next-nya yang lebih penting," kata Clara.

No comments: