Wednesday, January 02, 2008

Teknologi Baru Pilih Jenis Kelamin

Melalui teknologi preimplantation genetic diagnosis (PGD), tak hanya penyakit keturunan bisa dieliminasi, tapi jenis kelamin janin pun dapat dipilih. Harganya juga kian terjangkau.

Teknologi diagnosa genetika tidak hanya menguntungkan untuk mendeteksi dan mengatasi penyakit yang diwariskan secara genetis. Teknologi canggih ini sekaligus mewujudkan impian memperoleh buah hati dengan jenis kelamin tertentu.

Terjamin hampir 100%

Pemilihan jenis kelamin bayi adalah satu dari beberapa teknologi tingkat tinggi yang dikembangkan untuk membantu proses pembuahan. Dr. Jeffrey Steinberg yang mendalami teknologi PGD di Fertility Institute , Los Angeles, Amerika, telah menangani beberapa klien dan hasilnya terjamin hampir 100%. Dengan harga 18.480 dolar AS, orang tua dapat memilih jenis kelamin janinnya.

PGD dimulai dengan proses pembuahan di luar rahim, yang dikenal dengan istilah in vitro fertilization (pembuahan di cawan petri). Setelah pembuahan sukses dilakukan, dokter akan menyeleksi calon embrio yang telah dikembangkan, juga, dalam cawan petri. Tentu saja yang dipilih adalah embrio yang sehat, yang tidak membawa gen penyakit keturunan.

Untuk tujuan menyeleksi jenis kelamin, proses tadi ditambah dengan memilih embrio yang membawa gen jenis kelamin yang diharapkan, laki-laki atau perempuan. Embrio yang membawa gen jenis kelamin yang tak sesuai dengan keinginan orang tua tak dipilih, tidak diimplantasi ke dalam rahim. Jadi, keuntungan teknologi ini, dengan satu kali proses, dua tujuan dapat dicapai. Embrio yang sehat dan jenis kelamin sesuai kehendak.

Pro-kontra etika

PGD memang memberikan harapan baru bagi orang tua yang hendak mengoreksi penyakit keturunan agar tak diwariskan pada generasi berikutnya. Tetapi, prosedur dalam PGD sekaligus dipertanyakan secara etis kedokteran. Mereka yang kontra mempertanyakan dokter yang bertindak seperti Tuhan dengan melakukan seleksi jenis kelamin. Itu sebabnya, program PGD ini hanya dipraktikkan di beberapa klinik di Amerika.

Bagaimana dengan di Indonesia? ”Teknologi identifikasi gen jenis kelamin sudah ada di Indonesia, tetapi penggunaannya lebih untuk urusan forensik. Teknologi skrining untuk melihat apakah embrio membawa gen penyakit keturunan, seperti talasemia , sindroma down, juga sudah ada, namun langkah selanjutnya kami serahkan keputusannya kepada calon orang tua,“ jelas Dr. Herawati Sudoyo, PhD. , Eksekutif Manajer Lembaga Eijkman, Jakarta.

Hera mengakui, tak seperti negara maju, riset teknologi genetika pada manusia di negara kita masih dilakukan secara hati-hati. Penyebabnya, selain faktor biaya yang mahal, ya karena pertimbangan etis yang selalu mendapat sorotan tajam itu.

Teknologi dan ilmu pengetahuan tampaknya berlari melesat, sementara ilmu hukum dan sosial – termasuk di negara maju – terengah-engah berupaya mengejarnya. Tak heran, meskipun PGD, atau metode skrining dan pemilihan jenis kelamin yang lain, seperti metode MicroSort dan Ericsson membawa harapan baru, namun tetap saja semua pihak memilih untuk bersikap hati-hati.


Teknologi IVF ( in vitro fertilization ) adalah proses pembuahan di luar rahim yang biasa dilakukan pada prosedur bayi tabung. PGD hanya satu dari beberapa teknologi tingkat tinggi serupa yang hingga kini masih jauh lebih mahal dan tingkat keberhasilannya lebih rendah. Baik PGD maupun metode MicroSort dan Ericsson merupakan teknologi genetika dan reproduksi tingkat molekul.

No comments: